qodsna.ir qodsna.ir

Ketika Kegagalan Zionis Israel Terus Berlanjut di Suriah

Media-media Suriah hari Selasa (25/12) melaporkan bahwa serangan rezim Zionis terhadap Damaskus, ibukota Suriah serta reaksi tegas dan kuat militer negara ini terhadap serangan itu.

Kantor Berita Qods (Qodsna) - Media-media Suriah menyatakan bahwa pertahanan udara Suriah berhasil mengintersepsi sebagian besar rudal jet-jet tempur rezim Zionis. Kantor berita resmi Suriah SANA melaporkan bahwa tembakan rudal-rudal dari jet-jet tempur Zionis Israel ke wilayah Suriah dilakukan dengan melanggar zona udara Lebanon.

 

Serangan Zionis baru-baru ini merupakan indikasi salah perhitungan dan kepanikan serta pada saat yang sama kebingungan atas pengumuman keputusan Amerika Serikat untuk menarik pasukannya dari Suriah.

 

Terlepas dari kenyataan bahwa rezim Zionis telah meningkatkan pergerakannya di perbatasan Lebanon dan Suriah beberapa hari yang lalu, tapi tampaknya itu bukan upaya untuk mempersiapkan serangan darat, tetapi hanya respons psikologis terhadap perkembangan terakhir di Suriah.

 

Sistem pertahanan udara Suriah mengintersepsi rudal Zionis Israel

Pergerakan rezim Zionis Israel yang dilakukan dengan melanggar zona udara Lebanon tidak terkait dengan langkah-langkah Israel untuk menutupi kegagalannya dalam operasi yang disebut "Perisai Utara", dimana tidak mendapatkan keuntungan apa pun dan praktis gagal. Beberapa waktu lalu, Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Zionis Israel berusaha mengeluarkan rezim ini dari kebuntuan politik dan untuk menarik opini publik mengumumkan bahwa ia telah memulai operasi militer yang disebut "Perisai Utara" di perbatasan utara untuk apa yang ia sebut menemukan terowongan-terowongan Hizbullah Lebanon.

 

Tapi ternyata trik Netanyahu bahkan tidak ada yang menanggapinya di internal rezim Zionis, bahkan para lawan Netanyahu menggambarkan operasi itu sebagai tindakan rekayasa sesuai dengan kepentingannya dan sebagian justru menyebut itu sebagai "Perisai Netanyahu". Dengan demikian, kekalahan dalam operasi "Perisai Utara" sebenarnya memperburuk kondisi rezim Zionis.

 

Dalam atmosfer yang demikian, Perdana Menteri Zionis Israel Benjamin Netanyahu, setelah presiden Amerika Serikat memutuskan untuk menarik pasukannya dari Suriah, mengatakan bahwa kemungkinan militer Israel akan memperluas kegiatannya di Suriah. Ancaman para pejabat Zionis Israel ini bersamaan dengan penarikan pasukan Amerika dari wilayah Suriah, yang tercermin dalam keputusan tiba-tiba Trump bagaikan paku terakhir atas peti mati perimbangan politik rezim Zionis di kawasan.

 

Muhammad Ali al-Houthi, Ketua Komite Tinggi Revolusi Yaman menekankan, "Rezim Zionis dan sekutu regionalnya harus mengakui kekalahan mereka di Suriah terhadap poros Muqawama."

 

Di laman Twitternya Mohammed Ali al-Houthi menulis, "Penarikan Amerika dari Suriah adalah bukti yang cukup untuk membuktikan hal ini."

 

Muhammad Ali al-Houthi, Ketua Komite Tinggi Revolusi Yaman

Keputusan tiba-tiba Trump tentang Suriah telah mengejutkan kalangan politik Zionis Israel. Dalam konteks keterkejutan ini, beberapa hari setelah keputusan Trump untuk menarik pasukan Amerika Serikat dari lumpur Suriah, kabinet Israel mengumumkan bahwa mereka akan menyelenggarakan pemilu dini legislatif.

 

Oleh karena itu, keruntuhan politik rezim Zionis adalah hasil dari operasi berani kelompok-kelompok Muqawama di Jalur Gaza, pengumuman kesiapan tegas Hizbullah Lebanon untuk memotong tangan para agresor bila menyerang, pukulan kelompok-kelompok Muqawama di Tepi Barat, dan akhirnya, penarikan pasukan AS dari Suriah adalah mengosongkan tumpuan Zionis dari belakang.

 

Transformasi signifikan dan berarti ini membuktikan bahwa perlawanan tidak hanya di bidang operasi lapangan tetapi di bidang konstelasi politik dan mampu memperluas ruang lingkup kekalahan musuh dari medan perang ke arena politik. Dalam kondisi seperti itu, Zionis Israel ternyata mengalami kegagalan di kawasan, termasuk Suriah.