qodsna.ir qodsna.ir

Pilihan Oman di antara Iran atau Israel?

Oleh: Beritadunia

“Waktu bekerjasama dengan Israel telah tiba”, ini kalimat tanda akhir politik damai Oman. Kalimat yang keluar dari penjelasan Menlu Muscat. Meskipun Oman selalu bersama melangkah dengan Iran, kali ini sepertinya prediksi Jubir Kemenlu Iran benar adanya. “Menurut kita, Negara Arab tidak boleh dalam tekanan AS dengan menghadiahkan Zionis ruang gerak untuk menciptakan kasus baru di Kawasan. Tanpa diragukan lagi, rezim Zionis melangkah untuk memercik api pertikaian di antara Negara-negara muslim dan menutupi kejahatan mereka di Palestina”, jelas Jubir Kemenlu Iran. Meskipun ini adalah reaksi dari kunjungan Netanyahu ke Muscat, tapi ini bisa dijadikan bukti sebuah kebijakan baru Muscat di ranah politik Oman-Israel.

 

“Aktifitas militer Israel di Gaza tidak akan pernah padam, selama pertikaian Israel-Palestina terus berlanjut”, jelas Menlu Oman Yusuf bin Alawi. Bahkan Bin Alawi mengakui eksistensi Negara Israel di Kawasan, “Israel adalah salah satu Negara di Kawasan. Kita semua sadari hal ini. Sejarah menyatakan bahwa Taurat lahir di Timur Tengah dan Yahudi sudah hidup di sini bertahun-tahun lamanya”.

 

Media Fars meneruskan pernyataan Bin Alawi, “Palestina adalah sumber semua masalah yang terjadi sedari pertengahan abad kemaren. Palestina berdiri sendiri adalah ide strategis, jika tidak, instabilitas akan terus menghantui”.

 

10 tahun terakhir Muscat-Teheran memiliki hubungan hangat dan sukses sebagai mediator Kawasan. Namun kali ini, kedua belah pihak saling berseberangan. Iran mengkategorikan Israel sebagai penjajah sedangkan Oman menganggapnya sekutu.

 

Musim Baru Politik Muscat

Pernyataan Menlu Oman Yusuf bin Alawi adalah bukti politik baru Muscat. Tentang legalisasi Israel, ia menjelaskan bahwa itu adalah pembahasan sejarah dan telah berlalu. Sudah tidak bernilai lagi sedari Arab menandatangani resolusi perdamaian dengan Israel. “Kita tidak membahas masalah yang sudah lalu. Kita melihat masa depan. Israel adalah salah satu Negara di Kawasan dan sudah saatnya bekerjasama dengan mereka. Inilah masa depan. Akhir kata, kita ajak semua Negara untuk bersiap menerima kuasa baru ini”, lanjutnya.

 

Di lain pihak, Mahmoud Abbas, Pemimpin Otoritas Palestina, pernah mengadakan kunjungan ke Muscat pertengahan minggu kemaren. Waktu itu, ide AS ‘Deal of the Century’ juga keluar dari lisan sang Menlu Oman dan ia menjelaskan kedudukan Oman dalam strategi AS atas Kawasan tersebut, khususnya tentang Israel-Palestina. “Peran Oman dalam masalah Israel-Palestina sesuai dengan peran yang dipetakan Donald Trump, Presiden AS, dalam deal of the century”, jelasnya kala itu.

 

Sedangkan Sekjen konferensi internasional Intifada Palestina menyatakan, “Kunjungan Netanyahu ke Muscat, dalam rangka melaksanakan strategi deal of the century, tidak akan pernah berhasil”. Dan Hossein Amir-Abdollahian mengklaim kunjungan Netanyahu tersebut sebagai langkah yang jauh dari nilai falsafah Raja Qaboos bin Said al Said yang sudah terkenal.

 

Asisten khusus Kepala Dewan Musyawarah Iran menegaskan bahwa gerak Trump dan Netanyahu untuk menjalankan strategi deal of the century ini tidak akan berhasil. Ada indikasi bahwa Oman mengeluarkan kebijakan baru ketika Arab Saudi, dengan berbagai alasan, sedang dijauhi Barat. “Sekarang adalah waktunya untuk memikirkan masalah yang sejak lama menghalangi Timteng untuk maju”, jelas Menlu Yusuf bin Alawi. Ia juga menegaskan bahwa ada jalan keluar yang diajukan Arab dan asing. Oman bukan untuk menengahi masalah Palestina-Israel, tapi memiliki ide untuk menyelesaikan masalah kedua pihak. “Yang penting hari ini adalah keluar dari pertikaian dan masuk dunia baru”, tegasnya.

 

Dunia baru yang dimaksud Bin Alawi telah direaksi oleh pejabat-pejabat Iran. Meskipun sampai sekarang Menlu Iran tidak membalas pernyataan Menlu Muscat, namun reaksi tersebut sudah bisa diprediksi. Di sela-sela pertemuan PBB, Jubir Kemenlu Iran menjelaskan, “Semua tahu kebijakan Iran atas rezim penjajah, jadi tidak perlu dibahas lagi”.