4 November; Permainan Psikologi AS Menghadapi Iran

Sepekan sebelun diterapkan sanksi Amerika Serikat anti-Iran putaran kedua, Menteri luar negeri Republik Islam Iran, mengatakan tanggal 4 November mendatang tidak akan terjadi sesuatu yang baru dan Amerika Serikat tidak akan mencapai tujuannya.
Kantor Berita Qods (Qodsna) - Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran hari Senin (29/10) kepada para wartawan menjelawskan, "Sangat kecil kemungkinannya bahwa Amerika Serikat dapat mencapai tujuan ekonominya dari putaran kedua sanksi dan tidak mungkin meraih tujuan politiknya.
Tujuan Amerika Serikat menarik diri dari Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA) dan pengembalian sanksi ilegal terhadap Iran dapat dianalisa dalam dua dimensi; ekonomi dan politik. Putaran kedua sanksi Amerika Serikat terhadap Iran dijadwalkan akan dilaksanakan pada 4 November 2018 yang mencakup sektor perbankan, keuangan, dan penjualan minyak Iran. Amerika Serikat hingga tenggat waktu yang telah ditetapkan masih memberi kesempatan kepada pembeli minyak Iran untuk menurunkan pembelian minyak dari Iran hingga ke titik nol. Namun realitas saat ini dari pasar minyak global adalah ketidakmungkinan sepenuhnya menghapus Iran sebagai produsen minyak terbesar ketiga di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Sekalipun demikian, pemerintah Donald Trump yang permusuhannya terhadap bangsa Iran lebih intens ketimbang pemerintah-pemerintah lain di Amerika Serikat, berusaha keras agar cara pandang masyarakat lebih kritis terhadap Republik Islam Iran dengan tekanan ekonomi yang dilakukan. Sementara di sektor politik, pemerintah Amerika serikat juga berusaha mengisolasi Iran di kancah politik global.
Di sektor ekonomi, meskipun tekanan dan sanksi ekonomi mempengaruhi bangsa Iran, tapi kebijakan Amerika ini telah terbukti gagal dengan kemenangan Revolusi Islam. Upaya memisahkan bangsa Iran dengan Republik Islam Iran lewat instrumen sanksi hanya fatamorgana dan kini memasuki usia 40 tahun Revolusi Islam, solidaritas dan kebersamaan bangsa Iran dengan revolusi dan republik Islam sekalipun ada masalah ekonomi tapi menjadi contoh dan luar biasa.
Di ranah politik, pemerintah Donald Trump juga menjadi simbol keterisolasian Amerika Serikat akibat konfrontasi politik dengan Republik Islam Iran dan apa yang negara ini lakukan dalam sanksi anti-Iran hanya sekadar menunjukkan sisi psikologisnya saja. Ketegasan Uni Eropa untuk mempertahankan JCPOA dan melakukan kerjasama ekonomi dengan Iran membuat Amerika Serikat tinggal sendirian untuk mengejar tujuan politiknya. Dalam kondisi yang demikian, Amerika-Trump lah yang pada 4 November menyaksikan sekali lagi bagaimana Amerika Serikat terisolasi.
Dalam bingkai ini, surat kabar The Wall Street Journal terbitan hari Jumat (26/10) menulis, Uni Eropa telah berulang kali menyalahkan Amerika Serikat atas penarikan dirinya dari JCPOA selama beberapa bulan terakhir dan menentang pengesahan kembali sanksi terhadap Iran. Selain menjelaskan mekanisme untuk mempertahankan saluran keuangan dengan Iran, Uni Eropa juga telah mengesahkan undang-undang "blocking statute"yang tidak akan mengakui kemungkinan denda Amerika Serikat kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan kerjasama dengan Iran.
Sikap tegas Uni Eropa ini bila disandingkan dengan kegagalan Donald Trump pada pertemuan bulan September Dewan Keamanan PBB untuk mengajak anggota DK-PBB menentang Iran membuat kemungkinan terealisasinya tujuan politik Amerika berada di angka nol dengan menerapkan tahap kedua sanksi anti-Iran.
Embargo minyak Iran yang menjadi fokus utama pada sanksi tahap kedua Amerika serikat bakal memberi dampak negatif pada pasar minyak dunia dan fakta ini membuat tidak mungkin berharap dapat menghentikan ekspor minyak Ian sama sekali. Sekaitan dengan hal ini, Badan Administrasi Informasi Energi Amerika Serikat mengeluarkan peringatan, boikot minyak Iran akan meningkatkan harga minyak ketika fluktuasi global meningkat.
Bagaimanapun juga, apa yang hendak dipaksakan Amerika Serikat dengan sanksi terhadap Iran, bertentangan dengan resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB dan putusan terbaru Pengadilan Kriminal Internasional, dimana telah memperingatkan Amerika Serikat dari penerapan sanksi terhadap bangsa Iran.
social pages
instagram telegram twiter RSS